Firli Bahuri akan diberhentikan sementara sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah berstatus tersangka kasus dugaan pemerasan, gratifikasi, atau pemberian hadiah/janji terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL). Penonaktifan tersebut bakal diatur dalam keputusan presiden (keppres).
"Pemberhentian [sementara] tersebut ditetapkan dengan keputusan presiden," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Kamis (23/11). Kebijakan ini diatur dalam Pasal 32 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang (UU) KPK.
Firli dijerat Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Pasal 65 KUHP. Bekas Kepala Badan Pemeliharan Keamanan (Baharkam) Polri ini terancam penjara seumur hidup dan denda hingga Rp1 miliar.
Alex melanjutkan, pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan kepolisian terhadap Firli. Kendati begitu, ia memastikan KPK akan memberikan bantuan hukum kepada bekas Kapolda NTB itu.
"Pak Filri masih pegawai KPK. Jadi, tentu saja di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, yang bersangkutan berhak mendapatkan bantuan hukum," jelasnya.
Lebih jauh, Alex menyampaikan, KPK tidak merasan malu dan kecolongan atas penetapan tersangka Firli. Dalihnya, "Kita tetap harus menganut asas praduga tak bersalah."
"Apakah kami malu? Saya pribadi tidak, karena apa? Ini belum terbukti,” sambungnya.
Adanya kasus tersebut menambah daftar panjang kasus-kasus yang menjerat pimpinan KPK di luar polemik "Cicak vs Buaya". Sebelumnya, Ketua KPK 2007-2009, Antasari Azhar diberhentikan dari jabatannya karena divonis 18 tahun penjara karena terbukti bersalah atas pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
Selain itu, Wakil Ketua KPK 2019-2022, Lili Pintauli Siregar. Ia mengundurkan diri setelah mencuatnya kasus dugaan penerimaan hadiah berupa akomodasi hotel dan tiket MotoGP 2022 di Mandalika, NTB, dari salah satu BUMN.
Selanjutnya, Wakil Ketua KPK 2019-kini, Johanis Tanak. Ia sempat disorot Dewan Pengawas (Dewas) KPK lantaran diduga bertemu seorang tersangka korupsi di Lantai 15 Gedung KPK, Jakarta.
Johanis juga disinyalir berkomunikasi dengan Karo Hukum Kementerian ESDM, M. Idris Froyoto Sihite, yang pernah diperiksa terkait kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai Ditjen Minerba Kementerian ESDM. Pada kasus ini, sempat disidang Dewas KPK dan dinyatakan tak bersalah karena tidak cukup bukti.
"Masyarakat menilai? Masyarakat dasarnya apa? Penetapan tersangka? Oke, tapi sekali lagi, ini baru tahap awal," tutur Alex.
Di sisi lain, ia menerangkan, penetapan Firli sebagai tersangka tidak menganggu ritme kerja KPK. Bahkan, Firli sempat menjalankan tugasnya dengan mengikuti rapat internal sebelum konferensi pers.
"[Firli] masih sangat aktif. Yang bersangkutan tadi ikut rapat, ada di ruang kerjanya, melaksanakan kerjanya seperti biasa," jelasnya.
Firli melawan balik
Terpisah, kuasa hukum Firli, Ian Iskandar, menyatakan, kliennya keberatan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan SYL. Bahkan, kepolisian dituding memaksakan Firli menjadi tersangka.
Baginya, alat bukti yang dinyatakan cukup untuk menjerat Firli tak kunjung tampak hingga kini. Hal itu mendasari Ian untuk melakukan perlawanan balik.
"Intinya, kita akan melakukan perlawanan," tegasnya saat dihubungi. Sesuai Pasal 77 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, seseorang berhak mengajukan praperadilan ke pengadilan negeri (PN), di antaranya, untuk menguji keabsahan penangkapan, penetapan tersangka, penahanan, penggeledahan, hingga penyitaan.
Kasus ini bermula dari laporan kepada Polda Metro, 12 Agustus 2023. Kepolisian lalu melakukan penyelidikan sehingga dinaikkan ke tahap penyidikan, 6 Oktober, dalam gelar perkara karena mendapati alat bukti yang cukup.
Sejumlah pihak dari berbagai elemen diperiksa sebagai saksi. Mereka, di antaranya, SYL; Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar; ajudan Firli, Kevin Egananta; Direktur Dumas KPK, Tomi Murtomo; hingga eks pimpinan KPK, Saut Situmorang dan Mochammad Jasin, sebagai saksi ahli.
Penyidik juga menggeledah rumah pribadi dan tempat istirahat Firli di Bekasi, Jawa Barat, dan Kertanegara, Jakarta Selatan. Beberapa dokumen pun disita.
Ian melanjutkan, masih heran dengan pertimbangan penyidik Polda Metro menjadikan Firli sebagai tersangka. Karenanya, akan mempelajari kasus ini dan berkomunikasi dengan kliennya sebelum melakukan perlawanan.